Melatih Anak Cinta Al-Qur’an
![]() |
"Cinta Quran" |
Melatih anak dekat
dan cinta Al-Qur’an bukan mustahil tapi tidak juga semudah kita
membalikkan telapak tangan. Dan semisal sudah hapal pun, menjaga agar
anak tetap berdekatan dengan Kitabullah adalah sebuah tantangan yang
tidaklah mudah dilewati.
Butuh sabar,
telaten, terencana, bertarget. Saya ingin berbagi kisah tentang Hafshoh.
Anak pertama saya. Usianya 2 tahun 7 bulan. Menginjak usianya yang
hampir menyentuh tahun ke-3, dia menghapal Al-Zalzalah sekarang.
Alhamdulillah.
Sejujurnya, saya
tidaklah pernah terpikir bahwa anak seperti Hafshoh bisa. Tidak, sampai
saya menonton Musa di usia 5 th 10 bulan dengan 29 juz di kepalanya,
seorang hafidz cilik dari Bangka. Melalui video dari Rodja TV saya
akhirnya mendapat tips-tips tentang mendidik anak cinta Al-Qur’an.
Ayahnya menceritakan bagaimana dia memulai mengajarinya sejak usia yang
sangat tidak terpikir dia akan hapal. Bahkan memang sebelum lahir pun
anak sudah dikenalkan Al-Qur’an; dengan cara ibunya sering-sering
membaca Al-Qur’an (ni sudah saya tahu sebelum saya menonton hafidz cilik
tersebut).
Hapal Al-Qur’an nya
Imam besar dahulu bukanlah sebuah dongeng. Zaman sekarang, dimana
segalanya bisa dikatahui hanya lewat pencetan jari, hafidz cilik bisa
tetap dibentuk.
Sewaktu melihat Musa, saya sempat berpikir, Hafshoh bisa gak ya?
Usia 1 tahun
mendekati tahun ke 2, Hafshoh sempat kami talqin frasa surat An-Naas.
“Qul a’uudzu” secara berulang. Tapi responnya negative. Ah, saya sempat
berpikir, mungkin hanya orang tertentu saja. Di tengah pasrahnya saya,
kami; orang tuanya tidak berhenti untuk tetap membacakan Al-Fatihah
ketika dia mau tidur, bermain, dan waktu-waktu yang memungkinkan
lainnya. Usia 2 tahun ketika saya pulang kampung, di tengah jalan
kembali ke Bombana, di mobil angkot, Hafshoh mengantuk. Saya sempat
kaget, karena pada saat matanya sayu, dia membaca Al Fatihah dengan
lancar sampai tertidur.
Saya sempat berpikir kok bisa yah?
Abuha (ayahnya-ed) pun begitu, sewaktu mau tidur, Hafshoh membacakan abuha surat pembuka Al-Qur’an tersebut.
Akhirnya…
Investigasi ini menghasilkan beberapa kesimpulan:
Pertama;
Hafshoh tipe anak yang dibacakan berulang-ulang dan dengan itu dia
menerima dan mampu mengulangi. Dan perlu pula diketahui bahwa anak
memiliki ingatan yang kuat.
Anak-anak
pada fase pertama memiliki karakteristik ingatan yang kuat. Sudah
semestinya kita arahkan untuk menuntut ilmu dan mengajari mereka
perkara-perkara agama. Seperti menghafal al-Quran al-Karim dan sunah
nabi yang suci serta menanamkan aqidah yang benar. (Salim Sholih Ahmad
Ibn Madhi. 2011. 30 Langkah Mendidik Anak Agar Mengamalkan Ajaran Agama.
IslamHouse.com hal. 23)
Kedua;
kalau metodenya tidak sesuai dengan gaya belajarnya, hasilnya tidak
akan maksimal (lihat metode pertama, talqin per frasa tidak berhasil
untuknya).
Ketiga;
kalau Hafshoh bisa, masa anak lain tidak bisa? Coba lihat anak
sekeliling yang bisa menyanyikan lagu-lagu yang sering mereka dengar?
Apalagi Al-Qur’an?
Keempat; jangan patah semangat.
Kelima;
anda boleh mencoba metode ini jika sesuai dengan gaya belajar anak
anda. Bacakan surat target pada saat dia bermain, tidur, perdengarkan
murottal surat target ketika dia makan, dll. Kalau untuk Hafshoh, kalau
dia lagi semangat, biasanya 3 atau 4 hari sudah bisa dia hapal. Semakin
hari, dia akan semakin baik insyaAllah.
Jangan lupa, sering
perlihatkan anak anda video anak penghafal Qur’an. Hindari music, lagu,
dan film-film kartun yang tidak mendidik. Bahkan lebih baik jika kotak
segiempat itu di lewati saja acara kartunnya. Satu keuntungan, di kos
saya tidak ada TV, jadi Hafshoh mana bisa melotot nonton kartun tiap
hari.
Hanya saja,
sekarang yang jadi PR bagi kami adalah murojaahnya (pengulangan
hafalannya -ed). Kadang dia tidak mau murojaah. Mau lanjut-lanjut terus.
Aduh, mana bisa? I must find another way. Ada yang punya saran? Apa
cerita Bunda?
Wa Saripah Ummu Hafshoh
20 Maret 2015
20 Maret 2015
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar kirim ke email kami :)