“Haji yang Tak Sampai, Tapi Pahalanya Mabrur”: Kisah Abdullah bin Al-Mubarak
Setiap musim haji, umat Islam dari berbagai penjuru dunia memadati Mekkah untuk menunaikan rukun Islam kelima. Namun, ada satu kisah yang menunjukkan bahwa kemuliaan ibadah tidak selalu terletak pada pelaksanaan lahiriahnya, melainkan pada ketulusan hati dan pengorbanan yang menyertainya.
Inilah kisah Abdullah bin Al-Mubarak, seorang ulama besar dan ahli zuhud dari abad ke-2 Hijriah, yang dikenal sebagai salah satu tabi‘ut tabi‘in. Namanya harum sebagai ulama, mujahid, dan pedagang dermawan. Namun, ada satu kisah dari kehidupannya yang menjadi teladan tentang arti ibadah yang sejati.
Kisah yang Diriwayatkan
Suatu tahun, Abdullah bin Al-Mubarak bersiap untuk menunaikan ibadah haji. Ia membawa bekal dan harta untuk perjalanan, termasuk juga untuk bersedekah di tanah suci. Namun dalam perjalanan, ia singgah di Kufah dan mendapati seorang perempuan sedang memungut bangkai seekor unggas dari tempat sampah.
Abdullah bin Al-Mubarak bertanya, dan perempuan itu menjawab:
“Aku dan anak-anakku sudah beberapa hari tidak makan. Kami sangat lapar, sehingga aku mengambil bangkai ini untuk kami makan.”
Mendengar hal itu, Abdullah bin Al-Mubarak tergugah hatinya, lalu memberikan seluruh bekal haji yang ia bawa kepada perempuan tersebut. Ia mengurungkan niat hajinya, dan kembali ke rumah.
Mimpi yang Menggetarkan Jiwa
Beberapa jamaah haji yang sedang berada di Mekkah melihat Abdullah bin Al-Mubarak, beliau sedang bertawaf di Ka’bah, beribadah seperti jamaah lainnya.
Setelah mereka kembali ke negerinya, mereka bertanya kepada Abdullah, dan beliau menjawab:
“Aku tidak berangkat haji tahun ini.”
Mereka pun terkejut, sebab mereka melihat beliau di tanah suci. Maka mereka yakin bahwa itu adalah karunia dari Allah, bahwa Abdullah bin Al-Mubarak telah dicatat sebagai orang yang berhaji dan mendapatkan haji mabrur karena pengorbanannya yang tulus.
Riwayat Hadisnya
Kisah ini bukan merupakan hadis Nabi SAW, melainkan riwayat atsar dari Abdullah bin Al-Mubarak yang diriwayatkan oleh:
- Ibnul Jauzi dalam Shifat ash-Shafwah (4/118)
- Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’
- Adz-Dzahabi dalam Siyar A‘lam an-Nubala’ (8/403)
Meskipun bukan hadis Nabi, riwayat ini memiliki sanad kuat dan dikenal luas di kalangan ulama, dijadikan contoh tentang keikhlasan dan nilai amal dalam Islam.
Pelajaran dari Kisah Abdullah bin Al-Mubarak
- Ibadah yang Hakiki adalah yang Dilakukan dengan Hati
Allah menilai niat dan pengorbanan, bukan semata bentuk ritualnya.
- Menolong Orang Lain Bisa Lebih Utama dari Ibadah Sunnah atau Individu
Dalam kondisi tertentu, menyelamatkan nyawa orang lain lebih utama daripada menunaikan ibadah pribadi, seperti haji.
- Pahala dari Allah Tak Terbatas pada Tempat dan Waktu
Allah mampu memberi pahala setara haji mabrur kepada siapa saja yang beramal dengan ikhlas, meski tidak menginjakkan kaki di Tanah Suci.
- Keikhlasan Mendatangkan Kemuliaan
Abdullah bin Al-Mubarak tidak mencari popularitas. Namun justru Allah sendiri yang meninggikan derajatnya.
Penutup: Menjadi Haji di Mana Saja
Kita semua tentu ingin menunaikan ibadah haji. Tapi kisah ini mengingatkan kita bahwa haji mabrur bukan semata soal sampai ke Mekkah, melainkan soal sampainya hati kepada Allah melalui amal yang ikhlas dan peduli pada sesama.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bahwa di mana pun kita berada, peluang mendapatkan pahala besar selalu terbuka, selama kita jujur, tulus, dan mencintai kebaikan.