PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK
ANAK YANG SERING DIMARAHI :
Seorang ibu muda bangga ketika anaknya sudah tidak lagi mengalami sibling rivalry, ketika anak pertamanya mampu mengasuh adiknya, sang ibu ini sangat bangga dengan kepatuhan anaknya, anak pertamanya memang sangat patuh bahkan cenderung pasiv. Setiap ibunya menatap dengan tatapan tajam sang anak langsung mundur dari berbagai aktivitas dan segera memilih menghentikan aktivitas, sebuah perilaku yang menyenangkan menurut ibu muda tersebut tetapi belum tentu baik menurut Kesehatan Jiwa.
Pola asuh orang tua berpengaruh dalam perkembangan psikologis anak, seorang anak yang terlalu sering dibentak, seorang anak yang terlalu patuh dan penurut memiliki potensi untuk menjadi penderita Harga Diri Rendah, mengapa seorang anak yang diasuh dengan cara kasar tersebut mengalami Harga Diri Rendah? karena anak tidak pernah mendapatkan reward terhadap apa yang telah ia lakukan. Akibat anak tidak mendapatkan reward maka dia akan merasa tidak berharga, merasa selalu salah, merasa tidak memiliki kelebihan dan merasa tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan.
Pola asuh orang tua yang salah justru membuat kebanggaan anak terhadap dirinya menjadi runtuh, anak menjadi sangat tergantung dengan orang lain, kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan cenderung ragu - ragu dengan apa yang akan dia lakukan, tanpa dukungan dari orang tua secara penuh maka anak menjadi sangat pasiv, kemampuan yang sangat sederhana yang dia miliki tidak akan dia keluarkan.
Pola asuh yang sangat keras bahkan bisa meninggalkan satu dampak psikologis buruk anak di masa depan, jika mereka kemudian menanamkan mindset yang salah tersebut kedalam benaknya dan menganggap bahwa diri mereka tidak berharga maka anak akan menjadi menjauh dari interaksi sosial, orang tua yang belum menyadari pengaruh pola asuh terhadap perkembangan psikologisnya cenderung membuat anak gagal di masa depannya, mereka gagal memahami diri, gagal memahami orang lain dan menurunkan impian bahkan visi hidupnya ke taraf yang paling rendah.
Efek Perceraian pada Pertumbuhan Anak :
Setiap perceraian orangtua, menjadikan anak sebagai korban utama. Studi terbaru menemukan, efek merugikan pada tumbuh kembang anak dengan orang tuanya bercerai sangat luas.
Studi yang dilakukan peneliti Universitas Wisconsin Madison menyimpulkan, anak dengan orang tua bercerai memiliki prestasi yang tertinggal jatuh dibanding rekan sebaya mereka dalam bidang matematika dan sosial. Mereka juga lebih mungkin menderita kecemasan, stres dan rendah diri.
Peneliti utama, Hyun Sik Kim mengatakan efek merugikan pada anak-anak sudah dimulai sebelum orang tua memulai proses perceraian.
"Orang cenderung berpikir bahwa pasangan terlibat konflik perkawinan dalam waktu yang cukup intens sebelum perceraian," ujar kandidat PhD sosiologi seperti dikutip Yahoo Health.
"Anak yang orangtuanya bercerai akan mengalami dampak negatif bahkan sebelum orangtua mengurus proses perceraian formal.”
Temuan yang dipublikasikan dalam American Sociological Review, didasarkan pada data 3.585 siswa TK hingga kelas lima sekolah dasar untuk menguji dampak sebelum, selama dan setelah perceraian.
Kim membandingkan kemajuan anak-anak yang orangtuanya bercerai dengan anak-anak dari keluarga stabil.
"Dampak negatif tidak memburuk setelah perceraian, meskipun tidak ada tanda-tanda anak dari pasangan bercerai dapat mengejar ketinggalan dengan rekan-rekan mereka, baik," jelas Kim.
Ia mengaitkan kemunduran perkembangan anak-anak dengan beberapa faktor. Diantaranya, stres karena melihat pertengkaran orang tua, hidup tidak stabil dan dipaksa membagi waktu antara orang tua dan kesulitan ekonomi dari penurunan pendapatan keluarga.
"Perceraian membuat orang tua tidak bisa fokus pada anak-anak. Mereka juga rentan berdebat dengan anak-anak. Inilah yang dapat mempengaruhi perkembangan anak-anak."
Seorang ibu muda bangga ketika anaknya sudah tidak lagi mengalami sibling rivalry, ketika anak pertamanya mampu mengasuh adiknya, sang ibu ini sangat bangga dengan kepatuhan anaknya, anak pertamanya memang sangat patuh bahkan cenderung pasiv. Setiap ibunya menatap dengan tatapan tajam sang anak langsung mundur dari berbagai aktivitas dan segera memilih menghentikan aktivitas, sebuah perilaku yang menyenangkan menurut ibu muda tersebut tetapi belum tentu baik menurut Kesehatan Jiwa.
Pola asuh orang tua berpengaruh dalam perkembangan psikologis anak, seorang anak yang terlalu sering dibentak, seorang anak yang terlalu patuh dan penurut memiliki potensi untuk menjadi penderita Harga Diri Rendah, mengapa seorang anak yang diasuh dengan cara kasar tersebut mengalami Harga Diri Rendah? karena anak tidak pernah mendapatkan reward terhadap apa yang telah ia lakukan. Akibat anak tidak mendapatkan reward maka dia akan merasa tidak berharga, merasa selalu salah, merasa tidak memiliki kelebihan dan merasa tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan.
Pola asuh orang tua yang salah justru membuat kebanggaan anak terhadap dirinya menjadi runtuh, anak menjadi sangat tergantung dengan orang lain, kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan cenderung ragu - ragu dengan apa yang akan dia lakukan, tanpa dukungan dari orang tua secara penuh maka anak menjadi sangat pasiv, kemampuan yang sangat sederhana yang dia miliki tidak akan dia keluarkan.
Pola asuh yang sangat keras bahkan bisa meninggalkan satu dampak psikologis buruk anak di masa depan, jika mereka kemudian menanamkan mindset yang salah tersebut kedalam benaknya dan menganggap bahwa diri mereka tidak berharga maka anak akan menjadi menjauh dari interaksi sosial, orang tua yang belum menyadari pengaruh pola asuh terhadap perkembangan psikologisnya cenderung membuat anak gagal di masa depannya, mereka gagal memahami diri, gagal memahami orang lain dan menurunkan impian bahkan visi hidupnya ke taraf yang paling rendah.
Efek Perceraian pada Pertumbuhan Anak :
Setiap perceraian orangtua, menjadikan anak sebagai korban utama. Studi terbaru menemukan, efek merugikan pada tumbuh kembang anak dengan orang tuanya bercerai sangat luas.
Studi yang dilakukan peneliti Universitas Wisconsin Madison menyimpulkan, anak dengan orang tua bercerai memiliki prestasi yang tertinggal jatuh dibanding rekan sebaya mereka dalam bidang matematika dan sosial. Mereka juga lebih mungkin menderita kecemasan, stres dan rendah diri.
Peneliti utama, Hyun Sik Kim mengatakan efek merugikan pada anak-anak sudah dimulai sebelum orang tua memulai proses perceraian.
"Orang cenderung berpikir bahwa pasangan terlibat konflik perkawinan dalam waktu yang cukup intens sebelum perceraian," ujar kandidat PhD sosiologi seperti dikutip Yahoo Health.
"Anak yang orangtuanya bercerai akan mengalami dampak negatif bahkan sebelum orangtua mengurus proses perceraian formal.”
Temuan yang dipublikasikan dalam American Sociological Review, didasarkan pada data 3.585 siswa TK hingga kelas lima sekolah dasar untuk menguji dampak sebelum, selama dan setelah perceraian.
Kim membandingkan kemajuan anak-anak yang orangtuanya bercerai dengan anak-anak dari keluarga stabil.
"Dampak negatif tidak memburuk setelah perceraian, meskipun tidak ada tanda-tanda anak dari pasangan bercerai dapat mengejar ketinggalan dengan rekan-rekan mereka, baik," jelas Kim.
Ia mengaitkan kemunduran perkembangan anak-anak dengan beberapa faktor. Diantaranya, stres karena melihat pertengkaran orang tua, hidup tidak stabil dan dipaksa membagi waktu antara orang tua dan kesulitan ekonomi dari penurunan pendapatan keluarga.
"Perceraian membuat orang tua tidak bisa fokus pada anak-anak. Mereka juga rentan berdebat dengan anak-anak. Inilah yang dapat mempengaruhi perkembangan anak-anak."
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar kirim ke email kami :)